Selasa, 26 April 2016

Sarkem Satu Malam

Sebuah Cerpen



Sebagaimana umumnya aktivis mahasiswa, akhir-akhir ini hasratku sedang puncak-puncaknya dalam mengkaji wacana-wacana sosialis. Rak buku di kamar asramaku pun penuh sesak dengan buku-buku berbau sosialis – marxisme. Ada beberapa buku karangan Karl Marx, nabinya kaum sosialis. Juga koleksi buku karangan Pramoedya Ananta Toer, baik karya ilmiah maupun karya-karya fiksinya yang memang sarat akan wacana sosialis, pemerjuang kaum kelas bawah. Aku juga mengkoleksi buku-buku tulisan Tan Malaka, hapal betul aku dengan ulasan dalam ‘MADILOG’. Juga buku-buku lain yang  bermuatan ajaran sosialis.

Dulu, awal aku menyandang status sebagai mahasiswa, saat-saat awal aku ikut sebuah organisasi kemahasiswaan eksternal kampus, salah seorang kakak seniorku pernah berkata padaku, “tak ada salahnya kok kita mengkaji wacana-wacana solialis, marxis, bahkan komunis sekalipun. Asal jangan sampai menyentuh tataran iman, tataran aqidah Islamiyah yang telah terpatri dalam lubuk kalbu. Tak masalah. Asal tidak kemudian kita jadikan pedoman keyakinan di atas aqidah. Kita mengkaji dan mempelajari wacana seperti itu untuk kita gunakan sebagai pisau,  sebagai alat. Untuk apa kira-kira alat itu kita pakai?” tanyanya setelah cukup panjang memberikan pengertian padaku.
“Memangnya untuk apa Bang?” Timpalku polos.
“Kita gunakan sebagai alat untuk menganalisis segala problematika sosial di sekitar kita, selanjutnya untuk membebaskan kaum-kaum mustadz’afin, kaum tertindas.”

Minggu, 24 April 2016

Jangan Hapus Ingatan Masa Kecilku

Kamar kenangan, 2016



Ketika aku mengingat masa kecilku,
tersimpul kepaduan senyum pada kedua bibirku.
Ketika aku mengingat masa kecilku,
satu kesimpulan yang bertata adalah kesyahduan,
adalah kerinduan.

Syahdu kurasa tiap mili memoriku,
tangisku di masa kecil adalah tawaku,
tawaku di masa kecil adalah bahagiaku.

Petuah Guru

Griyo, 2016



Apa yang salah dari negeri ini sebenarnya?
Sekian zaman berlalu memainkan talunan irama
bertengger mahkota dari satu ke lain kepala
ganti-beralih sekian Diraja

Harum mewangi semerbak...
aromanya menyerbak ke atas pijak yang dipijak
bekas singgasana yang makin renta menua dan retak

Masih kita ciumi harum guratan asma nubuat Sang Guru
namun semakin berteki tanda tanya dalam benak. Bertonggol dalam jiwa
negeri ini, bukan makin ampuh nampaknya
semua akibat kita tak mau manut

Sabtu, 23 April 2016

Bara Kelana

Griyo, 2016



Kita terlahir sebagai kelana
Ditakdir untuk tak diam
Digaris untuk jalan. Bara mengembara

Diberdayakan oleh Blogger.