Cerpen
Irfan Anas
Byuuuurrr....
“Bangun kau gembel! Pergi dari tokoku! Cepat!!!” Teriak Pak Tua
pemilik toko emas sambil menyiramkan seember air pada seorang lelaki yang terlihat
seperti orang gila, sedang tidur melingkar di depan tokonya.
Sontak lelaki itu terperanjat kaget, lalu segera bangun dan duduk
menggigil di tempat yang digunakan tidur semula. Seluruh tubuhnya basah kuyup,
lelaki itu terlihat menggigil kedinginan. Mata lelaki itu menatap melas pada
Pak Tua yang berdiri di hadapannya.
Karena belum juga pergi, Pak Tua menendang kaki lelaki itu
berkali-kali sambil terus mengumpatinya.
“Kenapa belum juga pergi, pergi sana! Jangan buat tokoku jadi
pesing gara-gara kamu tidur di sini!”
Lelaki itu hanya terdiam sambil terus menggigil dan menatap Pak
Tua.
“Dasar gembel, cepat pergi! Atau aku keluarkan anjingku untuk
mengusirmu!” Lanjut Pak Tua.
Mata Pak Tua menatap tajam pada lelaki itu. Tangannya masih
memegang ember, hendak melemparnya pada lelaki itu. Dengan lemas dan tubuh yang
terus menggigil, lelaki itu berdiri dan segera pergi dari hadapan Pak Tua.
Si Gondrong, orang menyebutnya. Adalah lelaki cungkring dengan
pakaian jembel kumuh dan kotor, lebih kumuh dari serbet yang lama terkubur
di dasar tempat sampah. Rambutnya gondrong dan gimbal tak pernah terurus.
Seluruh badannya kurus kering, hitam dan kusam karena tak pernah mandi. Ia
lebih terlihat seperti pengemis, seperti orang gila.
Setelah diusir Pak Tua, Si Gondrong pergi entah ke mana.
**
Malamnya, Si Gondrong kembali ke toko emas milik Pak Tua yang telah
tutup. Si Gondrong terlihat lemas, entah ke mana ia pergi seharian ini.
Malam telah semakin sunyi dan gelap. Di dekat toko emas milik Pak
Tua ada segerombolan pemuda berjalan sempoyongan memegang botol arak di tangan
mereka. Gerombolan pemuda itu berteriak dan terbahak tak jelas, mereka berniat
duduk berkumpul di depan toko emas milik Pak Tua. Melanjutkan pesta, menenggak arak
menghabiskan malam.
Si Gondrong telah tertidur melingkar di depan toko emas milik Pak
Tua, tepat di depan pintu toko, ia tak tahu kalau di sekitarnya sedang ada
sebuah pesta arak. Begitu pula segerombolan pemuda itu, mereka tak tahu kalau
di dekat mereka ada seorang lelaki tengah pulas dalam tidur dinginnya. Karena
gerombolan pemuda itu terbahak semakin tak terkendali, Si Gondrong mulai
terusik. Ia bangun, duduk dan melihat ke sekitarnya. Samar-samar Si Gondrong
melihat gerombolan pemuda itu dalam gelap. Bau arak terlalu menyengat
hidungnya. Si Gondrong bangun, merangkak ke arah gerombolan pemuda yang sedang
asik menenggak arak itu.
“Hai, siapa kau? Genderuwo tak diundang, mau ikut minum kau? Hahahaha!”
Bahak salah seorang dari gerombolan pemuda itu.
Dalam samar dan gelap, semua pemuda itu menoleh, penasaran pada
siapa temannya berkata. Yang terlihat dari pandangan mereka hanya seorang
lelaki berambut gondrong, kurus, sedang merangkak ke arah mereka.
“Setan, mau minta kacang kau?” Teriak seorang pemuda lain pada Si
Gondrong, sambil melemparkan beberapa kulit kacang yang mengenai wajah Si
Gondrong.
Si Gondrong pun berdiri dari rangkakannya, berjalan dan menyahut
satu botol arak yang ada di tengah gerombolan pemuda itu. Botol itu ditodongkan
oleh Si Gondrong pada gerombolan pemuda itu. Mereka berdiri sempoyongan loyo
karena terlalu mabuk.
“Genderuwo, mau apa kau!” Teriak pemuda pertama yang memergoki Si
Gondrong.
Tanpa berkata, Si Gondrong mengayun-ayunkan botol yang dipegangnya,
hendak menghantamkan botol itu pada salah seorang pemuda yang ada.
“Halah setan ganggu pesta kami saja kau!”
Gerombolan pemuda itu semakin mundur karena ayunan tangan Si
Gondrong semakin tak terkendali. Si Gondrong hanya berteriak tak jelas sambil
terus mengayun-ayunkan botol yang dipegangnya. Karena terlalu lemas dan mabuk,
gerombolan pemuda itu segera pergi, tanpa melawan Si Gondrong.
Setelah gerombolan pemuda mabuk itu pergi, Si Gondrong kembali
melingkar di depan toko emas milik Pak Tua. Si Gondrong kembali terlelap dalam
dinginnya malam.
Pagi harinya, Pak Tua kembali membuka tokonya. Pertama yang dilihat
Pak Tua adalah Si Gondrong yang masih tidur di depan pintu tokonya. Lalu Pak
Tua melihat ke sekitar, dilihatnya kulit-kulit kacang dan beberapa botol
berserakan di depan tokonya. Lantas Pak Tua mengambil sapu dan memukulkannya
pada kaki Si Gondrong.
“Kau lagi gembel! Pasti kau yang mengotori depan tokoku! Bangun!!!
Pergi kau gembel!”
Si Gondrong yang kesakitan akibat pukulan Pak Tua pun terbangun dan
mengelus-elus kakinya. Si Gondrong pun pergi dari toko emas Pak Tua. Entah ke
mana lagi ia pergi.
**
Gelap kembali menyelimuti malam, Pak Tua telah menutup toko
emasnya.
Saat malam semakin gelap dan dingin, Si Gondrong kembali
berjalalan ke toko emas milik Pak Tua.
Setelah dekat dengan toko Pak Tua, Si Gondrong melihat ada seorang pemuda
sedang berdiri kencing di depan pintu toko emas milik Pak Tua. Si Gondrong pun
berlari terpincang-pincang ke arah pemuda itu. Kakinya masih sakit akibat
pukulan Pak Tua.
Si Pemuda yang tahu Si Gondrong sedang berlari ke arahnya pun
segera berlari, teman-temannya telah menunggu di seberang jalan. Ternyata
mereka adalah gerombolan pemuda yang malam sebelumnya mabuk di depan toko emas
milik Pak Tua.
Air kencing telah membasahi bagian bawah pintu dan sebagian ubin
depan toko emas milik Pak Tua. Lalu Si Gondrong mengambil sebuah ember kecil
yang kebetulan ada di gang samping toko emas milik Pak Tua. Ia mengisi ember
itu dengan air yang ia ambil dari parit di sekitar toko emas milik Pak Tua.
Kemudian menyiramkan air itu ke bekas kencing di depan toko emas Pak Tua.
Paginya, Pak Tua kembali membuka toko emasnya. Ia mencium bau
pesing yang menyengat di depan tokonya. Pasti ulah si gembel itu lagi,
tebaknya. Pak Tua melihat ternyata Si Gondrong sedang duduk tertidur di sebelah
tokonya. Pak Tua segera mengambil ember yang telah terisi air lalu
menyiramkannya pada Si Gondrong.
“Nih rasakan, pasti kau kan yang sengaja kencing di depan tokoku!
Sekali lagi aku lihat kau ada di sekitar tokoku, mampus kau gembel!” Teriak Pak
Tua pada Si Gondrong yang terbangun akibat siraman airnya.
“Pergi!! Awas kau kembali lagi ke sini!
Si Gondrong kembali pergi, entah kemana.
**
Malam itu turun hujan lebat.
Si Gondrong telah bersimpuh kedinginan di kolong sebuah meja yang
ada di depan toko kelontong di samping toko emas milik Pak Tua.
Dalam derasnya hujan dan gelapnya malam, berjalan dua lelaki ke
arah toko emas milik Pak Tua. Dua lelaki itu bertubuh kekar dan mengenakan
topeng. Satu di antara kedua lekaki itu memegang palu dan sebuah linggis kecil.
Mata kedua lelaki itu awas memeriksa ke sekitar mereka. Kedua lelaki itu pun
berdiri tepat di depan pintu toko emas milik Pak Tua. Mereka berniat akan
merampok toko emas milik Pak Tua.
Si Gondrong yang masih terbangun karena kedinginan mengetahui gerak-gerik
kedua lelaki yang terlihat sedang sibuk mencongkel pintu toko emas milik Pak
Tua. Si Gondrong segera menghampiri kedua lelaki itu sebelum mereka berhasil
melancarkan aksinya.
“Hua...huaaaa..” Teriak Si Gondrong tak jelas.
Kedua lelaki itu mengetahui aksinya telah diketahui Si Gondrong.
Si Gondrong masih berteriak-teriak tak jelas, kakinya kuda-kuda dan
kedua tangannya menggenggam ke arah kedua lelaki itu.
Salah satu dari lelaki itu pun melangkah menghampiri Si Gondrong.
Si Gondrong berjalan mundur didesak lelaki di depannya. Si Gondrong terlibat
duel dengan lelaki itu. Satu dari kedua lelaki itu masih sibuk mencongkel pintu
toko emas milik Pak Tua.
“Rasakan pukulanku ini dasar gembel pengemis!” Lelaki itu
menghantam kencang wajah Si Gondrong.
Si Gondrong terjatuh, dengan susah ia pun kembali berdiri.
“Minta lagi kau!” Lelaki itu mengambil ancang-ancang untuk memberi
pukulan kencang pada Si Gondrong.
Si Gondrong berjalan maju dengan terus berteriak-teriak tak jelas,
Ia mendorong lelaki itu. Lelaki itu berjalan mundur dibuatnya. Tak mau kalah,
lelaki itu mengambil sebuah pisau kecil dari saku jaket kulitnya.
“Sini terus maju kalau ingin kutusuk dengan pisau ini!” Teriak
lelaki itu sambil menodongkan pisau pada
Si Gondrong.
Lelaki itu memutar situasi, kini Si Gondrong dibuatnya berjalan
mundur tak melawan. Lelaki itu terus berjalan maju mendesak Si Gondrong. Si
Gondrong mengambil napas dalam-dalam lalu memberanikan diri untuk berjalan maju
ke arah lelaki itu.
“Cepat urus orang gila itu!” Teriak lelaki satunya yang belum juga
berhasil mencongkel pintu toko emas milik Pak Tua. Lelaki itu pun berdiri,
membantu kawannya yang sibuk bergulat dengan Si Gondrong.
“Kelamaan, sini pisaumu!” Lelaki itu menyahut pisau dari tangan
kawannya.
Si Gondrong semakin terpojok dihadang dua lelaki bertopeng di
depannya. Si Gondrong semakin tak berkutik. Segera lelaki yang memegang pisau
itu menikam perut Si Gondrong. Mereka segera berlari kabur.
Si Gondrong tersungkur bersimbah darah. Ia menggelinjang kesakitan
hingga akhirnya maut menjemputnya.
**
Pagi harinya, Pak Tua dikagetkan dengan tubuh Si Gondrong yang tergeletak
bersimbah darah di depan tokonya. Pak Tua segera menghubungi polisi, hingga akhirnya
polisi datang, mengurus mayat Si Gondrong, dan menyelidiki apa yang sebenarnya
terjadi pada Si Gondrong.
Pak Tua pun penasaran dengan
apa yang sebenarnya terjadi di depan tokonya semalam, ia memeriksa rekaman cctv
yang ia pasang di depan toko emasnya. Ketika melihat rekaman cctv itu, Pak Tua kaget bukan kepalang dengan apa
yang telah dilakukan Si Gondrong semalam yang menyelamatkan toko emasnya dari
aksi perampokan, hingga akhirnya Si Gondrong terlibat pertarungan dengan dua
perampok itu sampai mereka berhasil menikam perut Si Gondrong. Pak Tua juga dikagetkan dengan apa yang
dilakukan Si Gondrong tiap malam di depan toko emasnya. Selama ini, Si
Gondronglah yang menjaga toko emas miliknya setiap malam. Air mata keluar dari
kedua mata Pak Tua, ia menangis penuh sesal atas perlakuannya pada Si Gondrong
setiap pagi.
Kini, Si Gondrong telah mati.
SELESAI
Yogyakarta,
12 November 2015
2 komentar:
Kalau di video, pak tua tdk menemukan mayat si gondrong sepertinya
ya ini sengaja saya buat sedikit berbeda bung, supaya tidak terlalu menggantung ceritanya hehe,, terimakasih komentarnya ^_^
Posting Komentar