Sabtu, 26 Desember 2015

Jilbab untuk Aulia

Cerpen Irfan Anas



“Saya terima nikahnya Aulia Herlambang binti Aji Herlambang dengan satu buah jilbab, seperangkat alat sholat, dan uang yang disebutkan dibayar tunai.” Hatiku gemetar, mataku mulai dibasahi air mata bahagia, tanganku masih kuat menggenggam tangan ayah Aulia. Semua mata tertuju padaku, menanti kalimat yang baru saja aku katakan. Aulia mulai menangis merasakan bahagia, sama seperti yang kurasakan saat ini. Angin kebahagiaan berdesir tenang memenuhi ruang utama Masjid Baitul Hikmah, tempat prosesi akad nikahku dengan Aulia.

Kamis, 24 Desember 2015

Adinda

Suatu malam, 2015



Adinda
Walau kau jauh dari pelupuk mataku
Gambaran dirimu terlihat jelas dalam hatiku
Engkau yang bahkan kabus tak mampu menutupimu
Pandang khayalku akan sosokmu begitu nyata
Sungguh terasa dekat tiada berjarak walau sesenti
Walau puluhan mil terbentang antara kau dan aku
Aku yang pandang khayalku tak pernah lalu darimu
Untuk melihat lihai tarimu dalam relung hatiku
Untuk memandang rekah senyummu dari bibir merahmu
Manis sungguh indah begitu indah senyummu

Selasa, 22 Desember 2015

Neo Syair Abu Nawas

Untuk merenungi dosa, 2015



Wahai Tuhan
Siapalah aku yang mengemis ampun pada-Mu
Sedang tiada yang terucap dari mulutku
Melainkan dosa yang memekikkan

Nilam Hidupku

Untuk yang terkasih, 2015



Aku bukanlah seorang munafik
Yang lidah berkata benci
Hati berkata cinta
Sungguh aku cinta padamu
Bagai cintanya Yusuf kepada Zulaikha
Atau Romeo kepada Juliet

Mengurai Kebodohan

Belajar tak kunjung pandai, 2015

Ingin sekali aku mengurai kebodohanku
Menderai tiap milinya
Lantas segera menggantinya
Menggusur dengan tumpukan ilmu
Agar tak lagi bodoh menggelayuti hidupku

Senin, 21 Desember 2015

Yang Kupinta Ibu

Hari Ibu, 2015


Ibu
Kasih syukurku padamu
Kerana engkau telah memilihku s’bagai anakmu
Mengandungku dalam rahimmu
Merawatku dalam hangat pelukmu
Membesarkanku dengan suapan cinta kasihmu

Sabtu, 19 Desember 2015

Demi Purnama

Ketika sinar purnama sampai di bumi, 2015



Demi Purnama
Telapak pancaran sinarnya sampai ke bumi
Menyibak keheningan lorong-lorong sunyi
Menyiah kebuasan rimba-rimba kejam
Membelah belenggu-belenggu kekejian
Menyampaikan amanat kebenaran

Kamis, 17 Desember 2015

Duhai Wanita

Melihat fenomena tabarruj, 2015



Duhai sekalian wanita
Yang cantik rupamu, manis senyummu
Yang merekah tipis bibirmu, bundar melingkar matamu
Yang mancung hidungmu, sungguh elok dagumu
Aduhai wanita
Yang hitam indah alismu, panjang rambutmu
Yang putih kulitmu, harum dirimu
Luntur kesegalamu
Bila hanya menjadi niaga, tanpa kau sadar
Pamer kau sebar, dengki kau undang

Bersimpuh Pada-Mu

Sepertiga malam, 2015



Lalu malam yang menggelap-gulita
Tiupan hawanya semakin tenang
Namun tak jua mampu menenangkan kalbuku

Tuhan pun Benci Si Congkak

Suatu malam, 2015



Bukankah Fir’aun, yang congkak mengaku dirinya Tuhan
Memaksa disembah, pada jalma-jalma yang mengemis adil
Meminta sejahtera pada si tuan
Namun apa kata tuan, “Sembah aku dahulu!”
Karena congkaknya, ia ditenggelamkan
Dihanyut pada kejamnya lautan, dicabik congkaknya sendiri.

Rabu, 16 Desember 2015

Noda-noda Dosa

Di tengah jaman penuh dosa, 2015



Sampai kapankah?
Setan ‘kan berhenti, dihentikan, atau terhenti
Susun-menyusun siasat keji
Goda-menggoda pikir dan batin
Membuat manusia tak lagi manusia
Membuat manusia terlupa dan tersesat
Manusia makin terjerat

Muara Hati

Menanti jodoh, 2015



Janji Ilahi pasti ‘kan ditepati
sebagaimana diciptanya Hawa
untuk Adam yang sepi menyendiri

Jumat, 11 Desember 2015

Aku Ingin Hidup Bersamamu

Gondokusuman, 2015



Aku ingin hidup bersamamu
menjadikanmu sebagai raniku
membubuhkan seluruh dariku
menghibahkan seluruh diriku

Kamis, 10 Desember 2015

Aku Berpuisi

Nologaten, 2015



Kupandangi luasnya lautan
Bentangnya sedari pasifik hingga atlantik
Tiap kata dalam pikirku tatkala memandangnya
Adalah puisi

Sembilu Cinta

Sapen, 2015



Hakikat cinta adalah suci
fitrah dari Ilahi
dari surga turun ke bumi
di Jabal Rahmah cinta bersemi
cinta adalah ketulusan yang hakiki
seperti tulusnya Adam pada Hawa, Dewi Permaisuri
seperti diamnya bunga saat kumbang menghinggapi
apakah rembulan menuntut balas kepada bumi?
atas pancaran cahayanya saat gelap menutupi hari?
cinta adalah ramuan penentram hati
mengalir dari sungai-sungai surgawi

Selasa, 08 Desember 2015

Rindu

Di bawah pijar sorot kerinduan, 2015



Jangan kau sangka rindu hanyalah kodratmu
karena engkau adalah wanita, engkaulah Putri
jikalau rindu yang sesak kadang nikmat
hanyalah racun atau madu untuk wanita, lalu
mengapa aku se-wanita ini saat rindu menghantam?
Hingga aku terkapar olehnya
oleh hunusnya pada relung dan benak.

Sajadah Tua Penghantar Doa

Menjelang magrib, 2015




Berjalan lelaki bungkuk saat fajar meringkuk
Saat dengkur-orok penduduk makin tusuk-menusuk
Saat si jago bersahut mengusir kabut
Merah marun terselempang rada panjang
Setengah dada, punggung kanan tertudung
Surau di penghujung dusun ia menuju

Senin, 07 Desember 2015

Pena Tinta Cinta

Senja bergulung hujan penghantar kerinduan, 2015



Bila aku memiliki sebuah pena
pena ruang kosong tak bertinta
maka Ibunda....
akan kutuang dan isikan tinta-tinta cinta
karena aku lahir dan tumbuh oleh pilar cinta
cinta kasihmu dengan kadar tak tertara

Jumat, 27 November 2015

Perdebatan

Di tengah perdebatan kehidupan, 2015



Aku terlahir di tengah perdebatan lebat
Selebat hutan rimba dengan auman penghuninya yang kuat
Saat ayah dan ibuku berdebat hebat
Siapakah nama yang pantas untukku tersemat
Bagaimana dan dengan apakah aku akan dididik dan dirawat
Semua dan semuanya satu-persatu tiada terlewat
Bahkan walau kabut harus menerjang dengan pekat
Aku terlahir di tengah debat

Selasa, 24 November 2015

Hidup dan Mati

Lagi-lagi mengingat mati, 2015



Satu kehidupan berakhir kematian
Satu kehidupan berganti kematian
Satu kematian bermula kehidupan
Hidup akhirnya mati
Mati akhirnya pun dihidupkan
Hidup dan mati
Mati dan hidup

Kamis, 19 November 2015

Pagi

Suatu pagi yang mengantar rindu, 2015



Jingga fajar merekah
Merah sungguh terlihat indah
Ayam mulai berkokok gagah
Burung-burung di pematang sawah
Berkicau, bersorak-sorai tiada gelisah
Walet hitam busur panah
Beriringan, terbang kian bertambah

Tertawa?

Suatu pagi yang damai, 2015



Aku tahu
Sungguh tahu
Kapan aku harus tertawa
Kapan aku diterwai
Atau...
Kapan aku harus menertawai

Jumat, 13 November 2015

Si Gondrong Telah Mati

Cerpen Irfan Anas



Byuuuurrr....

“Bangun kau gembel! Pergi dari tokoku! Cepat!!!” Teriak Pak Tua pemilik toko emas sambil menyiramkan seember air pada seorang lelaki yang terlihat seperti orang gila, sedang tidur melingkar di depan tokonya.

Selasa, 10 November 2015

Lima Sebelum Lima

Teringat mati, 2015




Banyak jiwa terlupa akan siapa dirinya
Bertanya-tanya untuk apa hidupnya
Saat kaya tertawa tak mau derita
Saat miskin menuntut nikmat berlusin

Pahlawan, Dulu dan Kini

Gubuk Perjuangan, Hari Pahlawan 2015



Sekitar tiga abad Belanda menjajah Bangsa
Yang renta semakin tak berdaya
Balita, tiada yang tahu sampai kapankah hidupnya
Tak terhitung berapa juta liter darah mengucur dan mengalir
Jutaan jasad pejuang terkubur menyisakan nama
Jutaan aksi gerilya menghasilkan Nusantara

Tentang Untung, Rugi, dan Laknat

Seturan Yogya, 2015



Berbicara tentang untung
Adalah ketika hari ini kau melepas karung
Keesokannya kau ganti karung dengan sarung
Semakin baik tiada berujung

Minggu, 08 November 2015

Tetes Yang Dinanti

Ustad belakang bui, 2015



Terlalu lama kemarau gerah menerjang
Mengeringlayukan tetumbuhan sawah dan ladang
Melahirkan risau yang semula dianggap gampang
Petani desa mulai resah anak cucunya panas meriang
Menanti subur menafashidupkan tak kunjung datang

Rabu, 04 November 2015

Risalah Ilahi

Teras sebuah masjid, 2015



Deru ombak menderas kian menerjang
Meruntuhkan gegunungan pasir tepian pantai
Pantai sejati kehidupan hakiki
Apakah melawan ombak hanya tugas sang karang?
Sedang dengan mudah ia melumut tererosi
Dibutuhkan karang sejatinya karang
Melawan derunya ombak yang menggunung kuat tsunami
Menyebarkan Risalah Ilahi ke setiap samudera kehidupan

Selasa, 03 November 2015

Senja Merindu

Dalam damainya hati berbalut rindu, suatu senja 2015



Senja selalu datang dengan senyuman
Senyum yang perlahan mengikis murung
Aku ikut tersenyum bersama senja yang mengalir
Menyambut dikau kekasih...

Kamis, 29 Oktober 2015

Syair Sumpah Pemuda

Gubug perjuangan, 28 Oktober 2015



Pemuda adalah embrio perjuangan bangsa
Dari tangannyalah lahir berjuta karya
Pikirannya pun lahirkan ribuan mutiara kata
Karya dan kata yang nyata untuk masa depan bangsa

Selasa, 27 Oktober 2015

TERORIS

Cerpen Mohammad Irfan Anas



AKHIR-akhir ini sebuah isu mencuat ke udara. Bagai angin kencang yang menggiring dedebuan, semua media gencar menjadikan isu ini sebagai trending topic dan isu utamanya. Terorisme. Akibat isu ini,  umat Islam dijadikan sebagai kambing hitam. Sederetan nama pesantren, yayasan, dan lembaga pendidikan Islam dicurigai sebagai kandang dan pencetak teroris. Termasuk Pesantren Darul Mujahidin yang berada di pinggiran kota Solo, tak lepas dari tudingan dan fitnah itu. Bukan tanpa alasan, beberapa waktu yang lalu terjadi sebuah bom bunuh diri di sebuah hotel di Jakarta. Salah satu dari tiga pelakunya diduga jebolan Pesantren Darul Mujahidin. Sejak saat itulah, banyak mata-mata media dan intelejen negara termasuk densus 88 dari aparat kepolisian negara mengintai segala aktivitas di dalam Pesantren Darul Mujahidin.

Sabtu, 24 Oktober 2015

Mendaki, Alasan?

Sepulang sowan kedua ke Merapi, 2015



Sebuah alasan mengapa aku gemar mendaki
Adalah ketika kebosanan dengan cepat menyergapku
Aku bosan dengan segala bingar kota
Kebosanan yang menjelma kemuakan pada mereka
Mereka yang dulunya berkoar dan sekarang sok tak dengar
Mereka yang dulunya gencar dan sekarang tak ada kabar
Mereka yang mencerca ludah kemunafikannya sendiri (Penguasa)

Diberdayakan oleh Blogger.