Kamis, 29 Oktober 2015

Syair Sumpah Pemuda

Gubug perjuangan, 28 Oktober 2015



Pemuda adalah embrio perjuangan bangsa
Dari tangannyalah lahir berjuta karya
Pikirannya pun lahirkan ribuan mutiara kata
Karya dan kata yang nyata untuk masa depan bangsa

Selasa, 27 Oktober 2015

TERORIS

Cerpen Mohammad Irfan Anas



AKHIR-akhir ini sebuah isu mencuat ke udara. Bagai angin kencang yang menggiring dedebuan, semua media gencar menjadikan isu ini sebagai trending topic dan isu utamanya. Terorisme. Akibat isu ini,  umat Islam dijadikan sebagai kambing hitam. Sederetan nama pesantren, yayasan, dan lembaga pendidikan Islam dicurigai sebagai kandang dan pencetak teroris. Termasuk Pesantren Darul Mujahidin yang berada di pinggiran kota Solo, tak lepas dari tudingan dan fitnah itu. Bukan tanpa alasan, beberapa waktu yang lalu terjadi sebuah bom bunuh diri di sebuah hotel di Jakarta. Salah satu dari tiga pelakunya diduga jebolan Pesantren Darul Mujahidin. Sejak saat itulah, banyak mata-mata media dan intelejen negara termasuk densus 88 dari aparat kepolisian negara mengintai segala aktivitas di dalam Pesantren Darul Mujahidin.

Sabtu, 24 Oktober 2015

Mendaki, Alasan?

Sepulang sowan kedua ke Merapi, 2015



Sebuah alasan mengapa aku gemar mendaki
Adalah ketika kebosanan dengan cepat menyergapku
Aku bosan dengan segala bingar kota
Kebosanan yang menjelma kemuakan pada mereka
Mereka yang dulunya berkoar dan sekarang sok tak dengar
Mereka yang dulunya gencar dan sekarang tak ada kabar
Mereka yang mencerca ludah kemunafikannya sendiri (Penguasa)

Kamis, 22 Oktober 2015

Mbah Sabdo

Cerpen: Irfan Anas



TIDAK ada yang mengenalnya dengan jelas. Siapa lelaki tua itu sebenarnya? Dari mana asalnya? Dimana keluarganya tinggal? Satu pun tak ada yang tau. Orang-orang hanya tau, lelaki tua itu Mbah Sabdo, penunggu Pasar.

Rabu, 21 Oktober 2015

Darmanto Ingin Kuliah, pak!

Cerpen Oleh: Irfan Anas



“Le tangi le man, sudah subuh!.” Teriakan bapakku itu membangunkanku pagi ini.

“Emmm nggih pak, ini udah bangun pak.” Jawabku lemas sambil angop. Biar kukumpulkan dulu nyawaku, sambil mengingat-ingat mimpi apa aku semalam? Akhirnya aku bangun dan enyah juga dari kasur dinginku. Setengah malas karena dinginnya udara pagi. Aku berjalan pelan ke kamar mandi untuk kencing dan mengambil wudhu, lalu bergegas ke mushola yang tak jauh dari rumahku.

Kopi kutuang, pikir pun tenang

Griyo Kopi Nologaten, 2015



Tak hanya saat senja datang
Kutuang air dalam ‘ceret’ meriang
Dalam cangkir kecil terisi serbuk penenang
Hitam warnanya, buatku jadi garang

Selasa, 20 Oktober 2015

Kaji Kanip

(Untuk para Kyai, Ustadz, dan Santri yang dengan ikhlas menjadi agen kebaikan semesta alam)



Perawakannya tinggi, tidak terlalu kurus, cukup berisi. Bentuk wajahnya lonjong, dengan dahi tak terlalu lebar dan dagu dengan jenggotnya yang rata. Mulutnya bak bulan sabit sepanjang hari, tak pernah lepas dari senyuman. Pantas ribuan santri betah di pesantren yang telah puluhan tahun ia rintis itu. Begitu pula masyarakat, selalu segan padanya. Kaji Kanip, adalah seorang Kyai pendiri salah satu pesantren di pelosok kota di Jawa Timur. Nama aslinya Kyai Haji Khanif Anwar, mungkin itu alasan mengapa ia dipanggil Kaji Kanip.

Bagi  ribuan santrinya, Kaji Kanip adalah sosok Kyai panutan. Wawasan pengetahuannya luas, tak hanya ilmu agama. Walaupun ia seorang Kyai, tak pernah ada seorang santri pun yang pernah bisa mencium tangannya saat bersalaman dengannya. Mungkin itu salah satu bentuk ketawadhu’annya. Di mana pun Kaji Kanip berada, di situ ada ilmu, di situ ia menebar hikmah dan manfaat. Bagai peri bahasa, ada gula ada semut.

Negeri Saru

Ayam berkokok, aku tertawa menatap negeriku, 2015



Aku hidup di sebuah negeri
"Saru" namanya
Tak usah kau tanya apa!
Sudah kujawab "Saru" namanya!
Sekali lagi, "Saru" namanya!

Temaram

Di tengah gegap canda lelucon hidup, 2015



Di bawah atap rumbia kering padepokan tua
kanan kiriku tertata begitu rapi gedek-gedek renta
di depanku para pria duduk bertatap tawa
sedang aku sendiri terlalu lelap dalam duka
menatap hari yang semakin menuntut makna

Aku Bukan Mantan Santri

Cerpen renungan penggugah para santri



Tak terasa sudah hampir enam tahun aku hidup di pondok ini, pesantren ini. Aku teringat enam tahun yang lalu saat aku memutuskan untuk meneruskan pendidikanku di dunia pesantren, tepatnya Pesantren Cemani ini. Sesuai tepat di mana pondok ini berada, pondok al-Ikhlas yang berada di desa Cemani; Solo.

Sabtu, 17 Oktober 2015

Ibuku Bukan Janda!

Cerpen Oleh: Irfan Anas



Selain seorang anak kecil, yang kutau aku hanyalah anak seorang janda yang hidup di sebuah kampung. Tak seperti teman-temanku, aku dan ibuku tinggal di sebuah rumah tua yang telah reyot. Orang-orang menyebutnya gubuk. Sudah hampir tiga tahun ayahku pergi meninggalkan ibuku, tak tau kemana. Padahal dulunya ibuku adalah bunga desa di sini. Tentu saja banyak lelaki yang memasang umpan untuk menjerat hati ibuku. Namun ayahku datang sebagai pemenang.

Tak Pernah Terduga

Cerpen oleh: Irfan Anas



Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, tapi rasa kantuk sama sekali belum menjemputku dan mengajakku berkenala ke dunia mimpi, aku sangat merindukan itu. Sudah beberapa hari ini aku sulit sekali untuk bisa tidur, apalagi tidur pulas hingga bermimpi indah, hampir lama tak kurasakan itu. Entah apa penyebabnya, mungkin karena otakku yang tengah kacau. Ribuan pertanyaan, jutaan permasalahan serasa menyerangku, otakku bertubi-tubi. Yang kurasakan hanyalah kepenatan, resah, atau galau kalau kata abege sekarang.

Selasa, 13 Oktober 2015

Derap Langkah Serdadu Merah


Menyirami kembali semangat sang kader muda Muhammadiyah, 2015















Seantero jagad seakan tergugah
saat terlahir janin merah di tengah gulat sejarah
oleh surya cerah yang pernah dipandang mata sebelah
dari rahim seorang dewi berkebaya setengah jubah
berkat jasa sang ayah dengan sorban sebagai kopiyah

Syahdu Dawai Ranu Kumbolo

Mahameru mengirim rindu, 2015













Syawal tahun lalu, mahameru melambaiku
Tak kuasa aku menahan rindu, menjejak syahdu pepasir semeru
Tak lama selepas tangan menggugur salah, menghapus noda
Kujejak kaki menjemput rindu, mengantar mesra
Angin mendawai telaga biru, melantun merdu ranu kumbolo


Indah rona senja sambut ramah petualang kawah
Semarak angin menggoyang pepohon hijau bukit pecinta
Molek tariannya tercermin dalam tenang air telaga kasih
Ranu kumbolo, airmu hanyutkan nestapa
Semilir angin usirkan duka lara, sejuk dalamnya hati
Sungguh kabut putihmu dinginkan bara amarah

Pagi itu setelah semalam kucumbu telaga biru
Kuantar mimpi menyinggah agung mahameru
Sedari kala, sampailah saat mengguyur pilu
Menanjak barisan menapak tanjakan cinta
Tanjakan mimpi para pecinta, perindu kasih
Pengembara jiwa...

Terpesona aku akan luasnya oro-oro ombo
Seluas cintaku padamu, kekasih hati dalam kesembunyian
Seindah senyummu pujaan hati dalam coretan tinta kelabu
Sayang sungguh sayang, rindu menghilang rindu pun datang
Ingin rasanya kukirimkan eidelweis dalam kemekarannya ini, kekasih
Andai saja merpati putih dapat kuundang dengan siulan
Andai derasnya kalimati bermuara di halaman rumahmu, rembulan hati

Sebelum jingga mentari pagi singsingkan gelapnya malam
Bersama pejalan, merangkak dalam kegelapan semesta dini
Saat hanya garis panjang cikal pagi segera menjelang
Deru nafas menggebu seiring terpeluk gagah mahameru
Syahdu alunan dawaimu terdengar pelan dalam dekapan awan
Ranu kumbolo, tetaplah seperti sedia kala
Sambut mesra petualang kawah, hilangkan gundah

Jumat, 09 Oktober 2015

Santri, Kelana Malam

Bersama detak jam dinding, pojok gubug perjuangan, 2015



Ulah tikus gencar mencari mangsa
tanda hari segera berganti
Malam terkikis udara pagi
Kabut tipis,
angin ketenangan berdesis pelan usir kegelapan
Detak jam di balik tirai kian mengeras
disahut suara kejam knalpot si kelana malam
Seolah tak mau kalah,
jago tetangga depanku berkokok terus dan terus
Dan malam semakin sepi, sepi, dan terus menyepi

Gadis Merah Pulah Sebelah

Lembah karindingan, 2015



Ajaran baru tahun lalu,
kutemukan dirimu diantara rongga madu
kutanyai sekawananmu, gerangankah dirimu
gadis merah, kutau namamu
terpesonaku olehmu

Cahaya di sebalik Kopi

Griyo Nologaten, 2015



Tiap kala, tiap saat aku pusing
dipusingkan jejeritan anjing serupa manusia
tiap gonggongannya menambah kemuraman
hati ditelan durjana dunia
kusepak pengayuh roda-roda telanjang
bergelintir, menggelintir pada kesemayaman
“kopi, aku butuh kopi!” teriakku menghentak sunyi
mengarah padaku sosok tinggi besar berjenggot
setengah tua gagah badannya, “kopi?”
tanya si pak berjenggot setengah tua


Kusandar rebahkan segala kepusinganku
pada papan rapuh di depan gubug antara simpang astana
“monggo!” kopiku datang
sepertegukan hilangkan keperpusingan, gundah gulana
bersama alirannya dalam tenggorokanku, cahaya datang
cerah, merekah!
“ini yang kubutuhkan” kataku setengah kejam
dalam kehitamannya, terkandung segala cahaya
inspirasi namanya

Lantas kubuka mesin ketik hitamku
sehitam tegukan setengah ampas, terkoyak
mengelupas seluruh beban, kepusingan
mengalir bagai jernih air pundak kiwo
fikirku terjernih, jemariku menari-nari
tuliskan kisah hidup, kesegalanya berpadu
Betul memang, inilah kopi inspirasi

Pesan Sang Mimpi

Medan juang Nusantara, 2015



Semalam aku bermimpi, diseret-seret lelaki tua
digiringnya aku menuju suatu lorong
gelap, pengap, bau darah dimana-mana
kudengar jeritan meronta-ronta, “siapa itu?” bisikku dalam hati
lelaki tua itu berbisik pada kuping kananku,
“lihat, perhatikan, tak malu kau jadi pemuda!”
dalam kebingungan aku bergeming, “apa maksudnya?”

Harapan di Balik Koran Tua

Saat senja, di tengah berjuta prahara, 2015



Belum lama ini kubaca koran yang kutemukan
tergeketak usang karena tumpahan kopi
lantas kubacai halaman demi halaman
mencari-cari, siapa tau ada kelanjutan Salim Kancil


Halaman pertama,
anak SD yang gemar video koleksi bapaknya
halaman kedua kubuka,
siswa SMP menggauli temannya
halaman ketiga, kuharap ada yang berbeda
ternyata, ABG SMA menghabisi nyawa kekasihnya
karena hamil katanya

Aku terkenang jamanku muda
seingatku saat itu mereka berlomba-lomba
bukan hanya mengejar nilai A
bukan juga agar tak disabet penggaris si guru tua

Hah yang kutau kini
disana, sakau akibat narkotika
di sebelah gang rumah mira,
gantung diri akibat putus cinta

Masihkah ada harapan?
untuk masa depan cucuku, Dani, Sarah dan Ana?
tentu saja,
untuk masa depan agama dan bangsa kita
Pasti, masih ada harapan!
dibalik cerita koran tua

Kamis, 08 Oktober 2015

Negeriku, dari katanya sampai ‘ngapuro’

Suatu ketika saat menertawai penguasa, 2015



Negeriku
merekapun tau kini dilanda pilu
bahkan malaikat di atas sanapun tau
hanya tau,
dalam diam, mereka tersedu

Menyoal Kata Cinta

Tengah malam dalam kesendirian, 2015




Apakah cinta itu?
dapatkah kau jabarkan pengertian cinta padaku?
atau, adakah teori yang mendeskripsikan tentang cinta?
aku sendiripun sulit mendevinisikannya
Cinta?

Teka-Teki Hujan Rintik

Wisma Nusantara, 2015




Tatkala hujan tak lagi turun basahi pertiwi
Kucoba tafsirkan apa yang tengah terjadi, sebenarnya

Permataku (Khanza)

Jogja, tepat di hari ulang tahun pertamamu, 2015



Duhai permata...
Senyummu lukiskan keikhlasan
Tawamu gambarkan kebahagiaan

Pendakian Sejati

Merbabu, 2015



Lihatlah di depan sana, mimpi besar telah terpatri
Bersama bumbungan awan itu, ujian juga menanti
Siapkan langkah teruji, demi pendakian sejati

Kita

Fakultas Adab, 2015



Kenangan indah penuh syahdu, indah...
Saat kaki menghentak bersama
Menuju awan samudera
Saat visi dan misi terangkai indah...
Menjadi satu, lahirkan asa
Saat bersama, sibak rintangan
Bergandengan tangan, bersama wujudkan harapan


Oh...
Alangkah indah masa perjuangan
Dimana tangan kita selalu bergantian
Menopang agar dapat terus berdiri, bersama

Aduhai...
Sungguh indah kebersamaan
Saat tiada lagi aku, kamu, dia, juga mereka
Saat dimana akuisme menjadi KITA
Kita yang kuat, kita yang besar
Sebesar impian dan harapan

Kita...
Jangan bersedih, jangan!
Kita bersama
Kita gapai impian!

Jangan Lupa Diri

Gubug perjuangan, 2015



Andai langit tak berbintang,
Cahaya hati tak kan sampai
Pada hati yang dilanda gersang

Jangan lari, kau!

Gubug perjuangan, 2015



Kau!

Ibundaku

Tepat di hari ulang tahunmu, 2014



Ibundaku tersayang....

Hujan...

Saat sedang turun hujan, di depan gubug perjuanganku, 2015



Adalah hujan yang membuatku berfikir
Adalah hujan yang membuatku merenung, dengan hati
Adalah hujan yang membuatku terhenti
Adalah hujan yang membuatku melangkahkan kaki

Ada cahaya di lorong Maskam

Suatu ketika di lorong Maskam, 2015



Cahaya lembut, hadir menyibak rongga kegelapan nurani
Hembusan angin, udara segar membawa ketenangan hati
Kicauan burung bernyanyi, lengkapi indahnya pagi
Hijaunya daun tampak berseri, memantulkan cahaya mentari

Sungguh asri warna pagi ini
Ketenangan, keindahan, pencerahan, gambaran suasana diri
Lantunan dzikir yang terdengar dari dalam masjid ini
Melangitkan pujian atas segala nikmat Ilahi Robbi
Ada cahaya, bersemi
Di lorong maskam pagi ini

Aku!

Gubung perjuangan, wisma nusantara 2015




Aku...
Kadang garang, inilah aku!
Kadang senang dan riang, lalu apa salahku?

Aku...
Kadang diam, ini duniaku!
Kadang berisik dan ramai, memangnya apa lagi salahku?

Aku...
Kadang terhenti, ini langkahku!
Kadang berjalan dan berlari, lantas apa salahku?

259 Jogjaku

7 Oktober 2015

Pertengahan Juni dua tahun lalu
Pertama kalinya setelah waktu itu
Kujejakkan, kulangkahkan kakiku
Menyusuri setiap jalan hingga gang sempitmu

70 Tahun Dirgahayu Indonesiaku

Dieng, 17 Agustus 2015



Haru biru tanah airku
Dirgahayu Indonesiaku
Salam juang tanpa ragu
Dari putera bangsamu
Berdiri tegak hilangkan pilu

Di tanah tinggi antara langit biru
Diberdayakan oleh Blogger.