Bersama detak jam dinding, pojok gubug perjuangan, 2015
Ulah tikus gencar mencari mangsa
tanda hari segera berganti
Malam terkikis udara pagi
Kabut tipis,
angin ketenangan berdesis pelan usir kegelapan
Detak jam di balik tirai kian mengeras
disahut suara kejam knalpot si kelana malam
Seolah tak mau kalah,
jago tetangga depanku berkokok terus dan terus
Dan malam semakin sepi, sepi, dan terus menyepi
Malam ini kuhabiskan suaraku
bercengkerama dengan para kawan
Tenagaku terlanjur habis
tak lagi dapat sahut auman lawan
Para kelana malam semakin kencang
tarik pegas pita kemudi
Malam bangkitkan rindu
aku rindu masa penyantrian
Berharap malam kepakkan sayapnya
kirimkan salam dari kota santri
Ya, dahulu aku seorang santri
dengan peci hitam yang mencirikannya
Peci itu tak lagi pernah kupakai
entah kemana ia dibawa pergi si tuan barunya
Walau begitu,
aku tetaplah seorang santri
Santri malam,
menunggu salam datangnya pagi
Sebelumnya,
telah kupersiapkan arak-arakan penyambut mentari
Biar kuselesaikan dulu
sebelum bertabuh bedug subuh surau sebelah
Aku tau,
pelantun syair pemanggil jiwa shaleh telah siap menggema
Tadi kulihat ia bersujud
ketika aku tak sengaja lewat depan surau itu
Ohh malam,
masih kutunggu salam damaimu
Pantang alisku tersungkur
sebelum surya kencana biaskan cahaya
Seperti halnya aku
ia adalah pengelana dari timur
Menemani atau tak ditemani
perlahan ia merangkak ke barat, membusur
Yaa Ilahi Robbi lewat salam yang kunantikan,
Kun fa yakun!
Jadikan aku lilin kecil penerang jiwa kelana malam
Supaya tersadar mereka
Kembali habiskan malam tengadahkan tangan di hadapan-Mu
Kembali habiskan malam tengadahkan tangan di hadapan-Mu
Aku kelana malam, menunggu datangnya salam
0 komentar:
Posting Komentar